VIVAnews - Nama Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sudah mendunia, jauh sebelum ia menjadi Presiden Republik Indonesia. Tokoh panutan asal Nahdlatul Ulama (NU) itu tidak hanya dikenal karena pemikiran-pemikirannya tentang ke-Islam-an dan demokrasi, melainkan juga reputasi dan dedikasinya dalam perlindungan terhadap kalangan minoritas.
Dikisahkan Ketua Umum Pengurus Besar NU, Said Aqil Siroj, ketika meresmikan Pojok Gus Dur di kantor PB NU, Jalan Kramat Raya, Jakarta, Minggu, 7 Agustus 2011. Suatu hari di era tahun 1990-an, seorang ulama besar asal Sudan berkunjung ke kantor PB NU. Sang ulama tak menyangka bahwa Gus Dur yang punya reputasi internasional ternyata punya kantor yang sangat sederhana: kecil, tampak kumuh dan pengap.
Sang ulama, tutur Said yang turut menerima kunjungan ulama besar itu, bertanya: "Ini kantor Abdurrahman Wahid? Ini kantor Abdurrahman Wahid, Ketua NU, yang umatnya puluhan juta itu? Said menjawab, "Iya, betul."
Sang ulama tetap tak percaya. Ia tak habis berpikir, dan hanya mengatakan: "Subhanallah. Mukjizat."
Saat itu, gedung kantor PB NU tak semegah sekarang. Dahulu, gedung kantor hanya dua lantai. Itu pun tampak sempit, kecil, kumuh dan ruang-ruangnya terasa pengap karena tak ada alat pendingin ruangan (AC). Baru pada tahun 1999, ketika Gus Dur menjadi Presiden, dibangunlah gedung berlantai delapan. Ada dua unit lift di dalamnya, dan tak lagi pengap karena sudah dilengkapi fasilitas pendingin ruangan.
Tidak Pindah
Gus Dur berkantor di gedung tersebut, baik saat menjadi Ketua Umum PB NU selama tiga periode (1984-1989, 1989-1994 dan 1994-1999) maupun setelah menjadi Presiden. Ruang kerjanya tak pernah pindah, yakni di sudut lantai 1 kantor PB NU.
Sejak Gus Dur wafat pada 30 Desember 2009, ruangan tersebut kosong. Kini, bekas ruang kerja tokoh pluralis tersebut dialihfungsikan sebagai Pojok Gus Dur, yakni tempat pusat dokumentasi, informasi dan kajian serta perpustakaan tentang Gus Dur.
Pojok Gus Dur menyimpan koleksi sebagian buku, audio books, kaset, cakram padat (CD) milik Gus Dur, termasuk buku-buku yang ditulis Almarhum dan buku-buku karya orang lain tentang Gus Dur. Buku-buku tersebut berjumlah lebih dari seratus judul.
Putri pertama Gus Dur, Alissa Qatrunnada, yang hadir pada acara peresmian itu, mengatakan, Pojok Gus Dur diharapkan dapat menjadi tempat untuk merawat dan mengembangkan warisan pemikiran, prinsip, nilai, dan perjuangan Gus Dur.
"Terutama untuk melanjutkan perjuangan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia, menghargai martabat manusia, mewujudkan keadilan dan perdamaian, merawat pluralisme dialogis dan integritas anak bangsa," ujarnya.
Acara peresmian Pojok Gus Dur itu juga dihadiri tiga putri Gus Dur lainnya, yakni Zanubah Arifah Chafsoh (Yenny Wahid), Anita Hayatunnufus dan Inayah Wulandari. Selain itu, tampak pula dua sahabat Gus Dur, Moeslim Abdurrahman dan Ahmad Sobary, serta mantan Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid, Adi Masardi. (ren)
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Posting Komentar