Rencana pemerintah membuat mobil nasional dengan harga murah dan terjangkau ditanggapi oleh pengusaha yang tergabung dalam Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
Menurut Ketua I Gaikindo, Jongkie D Sugiarto, untuk membuat mobil murah itu gampang. "Sebenarnya, dari dulu saya bilang gampang membuat mobil murah. Gaikindo sudah kasih masukan ke pemerintah. Makanya, namanya disebut low cost and green car," kata dia usai acara Outlook Industri Otomotif 2012 oleh Gaikindo, di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, Rabu 18 Januari 2012.
Saat ini, Jongkie melanjutkan, ide mobil murah itu masih digodok di Kementerian Keuangan. Namun, menurut dia, untuk membuat mobil murah itu tidak sulit, karena pada dasarnya mobil-mobil yang dijual di Indonesia harganya juga murah.
"Sebanyak 40 persen dari harga jual akan masuk ke pemerintah, bentuknya bea masuk, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Yang masuk kantong ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) hanya Rp90 juta per unit. Itu murah kan," ungkapnya.
Jongkie mencontohkan, jika konsumen ingin mengetahui harga mobil di beberapa negara berbeda, bisa dilakukan pengecekan di internet untuk masing-masing harga dan perbedaannya dengan harga jual di Indonesia.
"Pasti 2-2,5 kali lebih mahal di Indonesia. Di Jepang misalnya, hanya US$10 ribu, di sini bisa US$25 ribu," kata dia.
Untuk itu, Jongkie menyarankan, jika pemerintah dapat membuat pajak-pajak dan lainnya itu nol, maka tidak akan perlu pengadaan mobil murah. Karena memang harga jual mobil itu juga di bawah Rp100 juta. "Kalau itu semua di nol-kan bisa murah banget," ujarnya.
Menurut dia, pajak dari bea balik nama kendaraan yang masuk ke pemerintah pusat rata-rata per tahun mencapai Rp86,1 triliun, sedangkan yang masuk ke kas daerah mencapai Rp21,4 triliun.
"Itu sumbangsih yang besar ke pusat dan daerah. Kami nggak takut akan ada MRT (Mass Rapid Transit), atau lain-lainnya. Tapi, yang pasti jangan matikan industri otomotif yang sedang berkembang," tuturnya.
Esemka Harus Tes Ketahanan
Sementara itu, Jongkie juga mengapresiasi adanya kreativitas dari para pelajar SMK di Solo, Jawa Tengah yang berhasil membuat mobil Kiat Esemka dengan harga yang murah.
Dia juga menjelaskan, untuk proses sertifikasi laik jalan, dirinya yakin tidak akan mengalami hambatan. "Tapi, kami sebagai kakak, tolong lakukan endurance test (tes ketahanan). Sebab, pada akhirnya yang menentukan beli atau nggak itu konsumen," kata Jongkie.
Jongkie menambahkan, memang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) beberapa waktu lalu mengatakan siap untuk menjadi dealer resmi Esemka, hal itu bagus untuk penjualan. Namun, belum terpikirkan purna jual, servis, garansi, dan suku cadangnya.
"Ini adalah tahapan yang harus dilakukan oleh semua produsen mobil. Apapun mereknya, baik Esemka, Gea, Tawon, maupun merek pabrikan. Ini juga berlaku bagi ATPM, kami harus lewati itu. Tapi dilakukan oleh pabrik," katanya. (art)
© VIVAnews
Menurut Ketua I Gaikindo, Jongkie D Sugiarto, untuk membuat mobil murah itu gampang. "Sebenarnya, dari dulu saya bilang gampang membuat mobil murah. Gaikindo sudah kasih masukan ke pemerintah. Makanya, namanya disebut low cost and green car," kata dia usai acara Outlook Industri Otomotif 2012 oleh Gaikindo, di Hotel Intercontinental Mid Plaza, Jakarta, Rabu 18 Januari 2012.
Saat ini, Jongkie melanjutkan, ide mobil murah itu masih digodok di Kementerian Keuangan. Namun, menurut dia, untuk membuat mobil murah itu tidak sulit, karena pada dasarnya mobil-mobil yang dijual di Indonesia harganya juga murah.
"Sebanyak 40 persen dari harga jual akan masuk ke pemerintah, bentuknya bea masuk, PPN (Pajak Pertambahan Nilai), dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Yang masuk kantong ATPM (Agen Tunggal Pemegang Merek) hanya Rp90 juta per unit. Itu murah kan," ungkapnya.
Jongkie mencontohkan, jika konsumen ingin mengetahui harga mobil di beberapa negara berbeda, bisa dilakukan pengecekan di internet untuk masing-masing harga dan perbedaannya dengan harga jual di Indonesia.
"Pasti 2-2,5 kali lebih mahal di Indonesia. Di Jepang misalnya, hanya US$10 ribu, di sini bisa US$25 ribu," kata dia.
Untuk itu, Jongkie menyarankan, jika pemerintah dapat membuat pajak-pajak dan lainnya itu nol, maka tidak akan perlu pengadaan mobil murah. Karena memang harga jual mobil itu juga di bawah Rp100 juta. "Kalau itu semua di nol-kan bisa murah banget," ujarnya.
Menurut dia, pajak dari bea balik nama kendaraan yang masuk ke pemerintah pusat rata-rata per tahun mencapai Rp86,1 triliun, sedangkan yang masuk ke kas daerah mencapai Rp21,4 triliun.
"Itu sumbangsih yang besar ke pusat dan daerah. Kami nggak takut akan ada MRT (Mass Rapid Transit), atau lain-lainnya. Tapi, yang pasti jangan matikan industri otomotif yang sedang berkembang," tuturnya.
Esemka Harus Tes Ketahanan
Sementara itu, Jongkie juga mengapresiasi adanya kreativitas dari para pelajar SMK di Solo, Jawa Tengah yang berhasil membuat mobil Kiat Esemka dengan harga yang murah.
Dia juga menjelaskan, untuk proses sertifikasi laik jalan, dirinya yakin tidak akan mengalami hambatan. "Tapi, kami sebagai kakak, tolong lakukan endurance test (tes ketahanan). Sebab, pada akhirnya yang menentukan beli atau nggak itu konsumen," kata Jongkie.
Jongkie menambahkan, memang Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) beberapa waktu lalu mengatakan siap untuk menjadi dealer resmi Esemka, hal itu bagus untuk penjualan. Namun, belum terpikirkan purna jual, servis, garansi, dan suku cadangnya.
"Ini adalah tahapan yang harus dilakukan oleh semua produsen mobil. Apapun mereknya, baik Esemka, Gea, Tawon, maupun merek pabrikan. Ini juga berlaku bagi ATPM, kami harus lewati itu. Tapi dilakukan oleh pabrik," katanya. (art)
© VIVAnews
Posting Komentar