Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Senin malam, 13 Februari 2012, mengatakakan telah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2012.
Dalam Perpres tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu itu akan diatur pembatasan BBM bersubsidi secara bertahap. Perpres itu juga menegaskan, pemerintah bisa menyesuaikan harga jual eceran jenis BBM tertentu. Syaratnya, kenaikan harga ditempuh dengan mempertimbangkan kebijakan energi nasional dan kondisi keuangan negara.
Untuk penyesuaian harga jual eceran BBM jenis tertentu itu, Presiden menugaskan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk membuat penetapan berdasarkan hasil Sidang Kabinet.
Kini, setelah sembilan hari dari pengumuman Perpres itu, Presiden kembali menyatakan perlunya kenaikan harga BBM bersubsidi. Pemerintah akan mempercepat pengajuan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 untuk menetapkan kembali asumsi yang realistis.
"Harga BBM mau tidak mau tentu mesti disesuaikan dengan kenaikan yang tepat," kata Yudhoyono usai Rapat Kabinet Terbatas di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 22 Februari 2012.
Menurut SBY, asumsi harga minyak dalam APBN 2012 harus disesuaikan. Tidak mungkin lagi pemerintah mematok harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar US$90 per barel. Saat ini, harga minyak mentah Indonesia sudah mencapai US$115 per barel.
Presiden menjelaskan, dalam dua bulan terakhir, perkembangan perekonomian global penuh dengan ketidakpastian. Krisis ekonomi Eropa belum dapat diatasi sepenuhnya, lalu muncul geopolitik baru di Timur Tengah.
Meningkatnya harga minyak dunia disebabkan situasi geopolitik di Timur Tengah yang terus memanas. Penyebabnya, Iran menghentikan ekspor minyak ke Eropa. Selain itu, Amerika Serikat memberikan sanksi kepada negara teluk tersebut. Sentimen negatif itu yang menjadikan harga minyak naik. "Akibat ini semua, maka asumsi yang ada dalam APBN 2012, memang harus kita sesuaikan," kata Presiden.
Indonesia yang sedang membangun dengan kinerja perekonomian dan rencana yang baik, menurut SBY, terpukul dengan kenaikan harga minyak mentah dunia. Pemerintah harus merespons perkembangan itu dan mengembangkan berbagai opsi serta kebijakan untuk mengatasinya. Tujuannya menyelamatkan APBN serta kondisi fiskal. "Ada kontingensi, maka pemerintah akan ajukan kepada DPR untuk percepatan penetapan APBN-P," ujar SBY.
APBN-P itu akan menetapkan kembali asumsi yang realistis sesuai keadaan terkini, termasuk kebijakan subsidi BBM dan tarif dasar listrik. Berdasarkan APBN 2012, subsidi pemerintah tercatat Rp208,9 triliun. Dari jumlah tersebut subsidi untuk BBM mencapai Rp123,6 triliun.
Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa, menjelaskan, para menteri bergerak cepat dan langsung memulai kajian APBN-P. Kajian itu dilandasi oleh Undang-Undang APBN 2012 yang tidak memungkinkan menaikkan harga BBM. "Presiden meminta exercise, karena situasi harga minyak yang tinggi. Exercise ini juga memasukkan kenaikan harga BBM," katanya.
Naik Berapa
Meski SBY belum menyebutkan detail kisaran kenaikan harga BBM bersubsidi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, akan segera bertemu Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. Jero akan membawa opsi kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Usulan antara Rp500, Rp1.000, dan Rp1.500. Tiga angka itu yang masuk," kata Jero Wacik di Komplek Istana Kepresidenan. Jero berdalih, usulan tersebut berdasarkan masukan dari masyarakat. Opsi kenaikan harga BBM itu yang paling mungkin untuk diambil dalam jangka pendek. Masyarakat, lanjutnya, juga sudah terbiasa dengan kenaikan harga BBM.
Pada masa kepemimpinan SBY periode 2004-2009, pemerintah telah menaikkan harga BBM tiga kali. Pengalaman itu, menurut Jero, akan menunjukkan masyarakat semakin cerdas dan mengerti alasan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi.
Selain menaikkan harga BBM bersubsidi, pemerintah, menurut Jero, juga mengkaji opsi untuk mengurangi besaran subsidi per liter. Nantinya, harga premium akan disubsidi dengan jumlah rupiah tertentu. Harganya akan bergerak naik turun mengikuti harga minyak dunia.
Jika pembahasan dengan DPR lancar, kenaikan harga BBM bersubsidi itu dapat diterapkan sebelum 1 April 2012. "Menkeu akan segera ajukan APBN-P. Kami harapkan bisa cepat, sehingga rakyat Indonesia cepat dapat kesimpulan," katanya.
Pengamat ekonomi Indef, Ahmad Erani Yustika, juga memperkirakan kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1.000 per liter. "Dengan menaikkan harga Rp1.000 per liter, pemerintah menghemat Rp40 triliun," ujar Erani.
Sebagai perbandingan, pada 2005, pemerintah mampu menghemat anggaran Rp40-50 triliun dari kenaikan harga BBM Rp4.500 menjadi Rp6.000. Saat itu, pertumbuhan ekonomi anjlok menjadi 5,5 persen dari sebelumnya 6,1 persen, atau terjadi kontraksi 0,6 persen.
Namun, kenaikan harga itu, menurut dia, merupakan pilihan logis jika dibandingkan opsi pembatasan BBM bersubsidi. Apalagi, hingga saat ini, kesiapan infrastruktur untuk program pembatasan BBM masih kurang.
Bahkan, kalangan pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengusulkan kenaikan harga BBM paling tidak sama dengan harga BBM sebelum diturunkan, yaitu menjadi Rp6.500 per liter. Dengan ketegasan itu, menurut Ketua Umum Apindo, Sofjan Wanandi, pengusaha dapat segera mendapat kepastian dalam menghitung ongkos produksi. "Itu paling tinggi," ujar dia.
Dampak Sosial
SBY menyadari, kenaikan harga BBM akan berdampak bagi masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah. Solusinya, pemerintah akan memberikan bantuan langsung sementara bagi masyarakat miskin.
"Bantuannya bisa kita pikirkan. Apakah seperti dulu yang pernah kita lakukan atau modifikasi, atau tambahan-tambahan baru yang tepat," katanya.
Kenaikan harga BBM tersebut, SBY melanjutkan, harus dipersiapkan dengan baik dan dibicarakan dengan Dewan Perwakilan Rakyat. "Harapan kita, ini merupakan solusi untuk penyelamatan dan pengamanan ekonomi serta APBN," ujar SBY.
Rencana kenaikan harga BBM tersebut, Presiden menegaskan, telah disampaikan dalam rapat kabinet terbatas yang khusus membahas subsidi. "Falsafahnya, kalau kita kesulitan atau kantong agak kempes, biarkan kantong yang kempes itu adalah negara atau pemerintah. Jangan rakyat, terutama yang miskin," tuturnya.
Untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin itu, Presiden memastikan sumber anggarannya harus tepat. SBY juga meminta semua kementerian dan lembaga negara lainnya melakukan penghematan. Sebagian dana itu harus dialokasikan untuk membantu masyarakat miskin. "Mau tidak mau anggaran dari kementerian dan lembaga negara atau pemerintah harus dikurangi," ujarnya.
Jika memungkinkan, menurut SBY, sebagian pembangunan proyek akan ditunda. Penyesuaian penghematan itu tidak hanya kepada lembaga di pusat, tapi juga daerah. Bukan hanya pemerintah, tapi juga lembaga non pemerintah. "Memang agak rumit sedikit, tapi harus kita ambil karena memerlukan sumber untuk bantuan langsung sementara," katanya.
SBY menambahkan, Indonesia memiliki sejarah menaikkan dan menurunkan harga BBM. "Ini mesti kita ambil. Kita pernah menaikkan dan menurunkan harga BBM tiga kali dalam sejarah," katanya.
Sejarah itu, SBY melanjutkan, terjadi di masa Kabinet Indonesia Bersatu I. Menurut Jero Wacik, berdasarkan kajian konsorsium perguruan tinggi yang dipimpin Universitas Indonesia dan Institut Teknologi Bandung, kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi memang harus dibarengi dengan kompensasi.
"Kajian sudah selesai. Di dalamnya termasuk kalau ada perubahan harga BBM, harus menyiapkan kompensasi," kata dia.
Menurut Jero, kompensasi tersebut selain berupa bantuan langsung tunai (BLT), juga dalam bentuk kupon uang transportasi yang akan dibagikan untuk masyarakat yang menggunakan angkutan umum.
"Bantuan langsung kepada rakyat yang sedang terdampak, sedang dikaji. Biar tidak memberatkan rakyat," katanya.
Menteri Keuangan, Agus Martowardojo, menambahkan, terkait bantuan langsung tersebut, pemerintah masih mengkaji beberapa alternatif. "Artinya kalau merujuk pengalaman 2005, ada skema kompensasi dalam bentuk BLT. Tapi, sekarang bentuknya seperti apa kami belum bisa sampaikan," tuturnya.
Meski begitu, SBY memerintahkan dana tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) Badan Usaha Milik Negara bisa dialihkan untuk memberikan bantuan riil kepada masyarakat yang terkena dampak akibat kenaikan harga BBM.
Dana CSR di BUMN jumlahnya cukup besar, mencapai Rp5 triliun. "Utamanya rakyat miskin, terutama dalam bidang pangan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu," kata SBY.
Meski sudah menyatakan akan menaikkan harga BBM bersubsidi, Presiden memastikan program konversi BBM menjadi bahan bakar gas (BBG) akan terus berjalan. Pengurangan subsidi terus mengutamakan pembatasan volume BBM secara jangka menengah dan panjang, sehingga perlu dilakukan konversi penggunaan BBM ke BBG.
© VIVAnews
Posting Komentar