"Lepas dari mulut harimau, masuk mulut buaya." Mungkin peribahasa ini bisa menggambarkan kisah sedih Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Pasalnya, mereka tak hanya berjuang melawan kekerasan di luar negeri. Seperti mengalami siksaan majikan, gaji tak dibayar sampai hukuman pancung. Tetapi juga mengalami nasib sial ketika pulang ke Indonesia: mengalami stres dan depresi.
Lihat saja Hari, 37 tahun. Sehari-hari warga asal Dusun Tavella, Desa Padaidi, Kecamatan Tellu Siatinge, Bone, Sulawesi Selatan, itu kini menghabiskan waktunya di gubuk ukuran 2 x 3 meter di belakang rumahnya. Dia tak bisa kemana-mana karena kedua kakinya terpasung. Ia dipasung karena stres dan kerap mengamuk tiba-tiba.
Ia adalah mantan TKI di Malaysia. Dia berangkat ke Malaysia 20 tahun lalu tanpa melalui prosedur ketenagakerjaan resmi. Di negeri tetangga itu, saat dia berumur 17 tahun, dia bekerja selama lima tahun. Tapi di sana gajinya tak pernah dibayar. Dia pun pulang ke Indonesia dalam kondisi stres.
Hari tidak sendiri. TKI di Timur Tengah juga banyak yang stres dan depresi saat pulang ke Indonesia. Sampai-sampai ada juga yang dipasung karena tak mampu berobat ke psikiater.
Lantas, bagaimana menyikapi fenomena TKI stres ini? Berikut wawancara VIVAnews dengan Kepala Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh. Jumhur Hidayat, di kantornya di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.
Apa latar belakang TKI depresi?
Pergi ke luar negeri itu selalu harus membutuhkan kesiapan mental. Terus terang saja kita memang belum memiliki instrumen untuk menguji kesiapan mental itu. Boleh jadi dia terampil, bisa berbahasa baik, tapi mentalnya tidak siap untuk pergi ke luar negeri. Itu yang kemudian pulang terkena depresi. Bagaimana orang merespons terhadap tekanan itu kan beda-beda. Jadi tidak serta merta mereka karena disiksa dan diintimidasi lalu menjadi depresi, tetapi karena mereka tidak siap secara mental. Ada juga TKI, bekerja di pabrik atau apa, mereka orangnya pintar. Tapi begitu di sana seperti home sick (rindu pulang). Jadi tidak bisa kerja dan berbuat apa-apa. Ternyata dia mempunyai kejiwaan home sick yang berlebih-lebihan, akhirnya pulang.
Berapa jumlah TKI yang depresi menurut data BNP2TKI?
Saya tidak tahu data pastinya. Dalam daftar TKI bermasalah tahun 2011 tercatat 2.095 TKI mengalami masalah lain-lain, mungkin di dalamnya termasuk depresi. Datanya kita ada, tapi mungkin di sini masuk ke lain-lain. Saya akan mengkoreksi, mungkin butuh satu item itu lagi (depresi) karena itu fenomena baru-baru ini. TKI ilegal banyak juga yang stres dan berangkat tidak lewat pemerintah karena berangkat tidak ada persiapan.
TKI di negara mana yang paling banyak mengalami depresi?
Timur Tengah. Di sana itu kan keluar rumah harus minta ijin dulu. Jangankan Penata Laksana Rumah Tangga (PLRT), istri mau keluar rumah saja harus minta ijin suami. Kalau suaminya tidak kasih ijin itu dia tidak bisa keluar rumah. Jadi dari sisi keterisolasiannya amat tinggi, jarang berkomunikasi dengan pihak luar dengan alat komunikasi, dan tekanan kerja tinggi. Karena itu kita moratorium per tahun lalu karena kalau belum bisa memastikan keluar istirahat, libur, atau apa. Karena tekanan-tekanan itu bahkan ada TKI yang membunuh majikannya.
Kendalanya apa selama ini dengan Timur Tengah?
Kita terus terang saja menganggap Arab Saudi itu selalu menolak diajak berunding soal TKI. Itu sudah terjadi sejak 40 tahun lalu. Saudi tidak menganggap kalau TKI itu adalah urusan pemerintah, tapi itu adalah urusan bisnis, jadi private to private saja. Baru saja tahun lalu Saudi itu mau berunding soal tenaga kerja. Saya yang pimpin langsung, saya sebagai ketua delegasi menandatangani sesuatu dengan Menteri Tenaga Kerja Saudi. Tapi setelah itu ada kasus Ruyati jadi kemudian kita set back (mundur) lagi. Di Saudi, keluarga raja saja dipenggal.
Negara mana saja yang dimoratorium?
Syiria, Kuwait, Saudi Arabia, dan Yordania. Kita dalam evaluasi untuk menstop semua.
Usaha pemerintah supaya TKI tidak depresi?
Sekarang ada Perpres 64 Tahun 2011 yang Insya Allah sebulan lagi akan kita implementasikan. Ini untuk menjaring seluruh TKI yang keluar negeri itu diperiksa dulu kesehatan psikisnya, ada psikotes, agar sebelum berangkat mereka siap. Kita sekarang sedang membuat sistem yang berintegrasi karena kita banyak memberangkatkan TKI.
Jadi selama ini belum ada prikotes untuk calon TKI?
Belum ada. Jadi sebulan lagi lah kasih saya. Paling lambat mungkin beri saya waktu sampai satu April.
Apa yang menjamin sistem psikotes itu tidak bisa dimainkan lewat jalan belakang?
Sistemnya sudah canggih dan komputerisasi semua. Sudah tidak bisa macam-macam lagi. Diperiksa dengan sistem online dan terpusat. Yang memberikan soal bukan Biro Komunikasi, tapi dari komputer pusat yang diorganisir oleh Himpunan Psikologi Indonesia. Dari situ kelihatan standar lulus atau tidak. Setelah lulus masih harus di-interview dengan Biro.
Kalau pengawasan di sana supaya TKI tidak depresi?
Itu yang jadi problem. Pengawasan inilah yang menjadi isu utama dalam pengiriman PLRT, karena memang susah pengawasannya. PLRT kita bagaimana mengawasinya, kan susah. Karena itu kita harus memastikan dulu syarat-syarat orang boleh merekrut PLRT, mulai majikan yang berkualitas, jam kerja, dan lain-lain.
Kalau TKI pulang ke Indonesia dalam keadaan depresi bagaimana?
Waktu dia stres kan langsung ketahuan sama kita karena kita yang mengkoordanisir. BNP2TKI tiap hari menangani itu. Kita kirim ke Rumah Sakit Polri. Lalu diperiksa sampai depresinya hilang, baru pulang ke rumah. Kita bayari TKI yang sakit itu sampai miliaran.
Kalau kasus yang di Sukabumi itu bagaimana?
Kalau itu mungkin sindrom sembuh, kalau stres itu kan ada di-healing, masuk RS, ada treatment-nya di RS Polri. Sampai dia agak baikan, baru boleh pulang. Mungkin yang dalam sakitnya ya kelihatan baik, tapi pas pulang kambuh lagi bisa saja.
Apa TKI yang sudah pulang kemudian depresi menahun masih difasilitasi berobat oleh BNP2TKI?
Menurut saya itu bukan tugas BNP2TKI lagi. Karena itu sudah lepas. Kalau tidak salah dibawah Depsos karena kasus pemasungan bukan hanya TKI, tapi ada juga yang bukan TKI.
Ada TKI yang stres ketika pulang karena tahu suami menikah lagi?
Banyak itu.
Apa TKI stres karena perlindungan kurang?
Itu benar, karena perlindungannya memang tidak paripurna. Tapi jangan menyalahkan pemerintah karena pemerintah tidak mungkin punya kemampuan aparatur yang bisa mengecek setiap hari apa yang dikerjakan TKI di luar negeri. Karena kita tidak bisa menjamin perlindungan yang baik, makanya kita tutup. Perlindungan yang paripurna adalah moratorium. Itu yang paling ekstrem supaya kita tidak menemui kasus-kasus seperti ini. Sampai negara bisa menjamin perlindungan itu betul-betul ada, baru kita buka lagi.
© VIVAnews
+ comments + 1 comments
Anjing , kucing, hamster , ikan, burung beo - siapa yang Anda pilih? Atau barangkali apa yang tidak asli hewan - ular, buaya, kadal, monyet ?
Posting Komentar