Headlines News :
Home » » Pulau Jawa Ladang Bencana, Mengapa?

Pulau Jawa Ladang Bencana, Mengapa?



Dari ukurannya Jawa hanyalah pulau terbesar kelima di Indonesia. Namun, ia menjadi rumah bagi 60 persen penduduk negeri ini. Posisinya yang berada di jalur “cincin api” atau Ring of Fire membuatnya rentan bencana gempa bumi dan gunung meletus.

Belum terhapus dari ingatan, pada 26 Oktober 2010 Gunung Merapi di Yogyakarta dan Jawa Tengah meletus, memporakporandakan kawasan lereng gunung, dan merenggut ratusan nyawa, termasuk sang juru kunci, Mbah Maridjan.

Sebelumnya, gempa 7,3 skala Richter mengguncang Tasikmalaya, Jawa Barat pada Rabu 2 September 2009. Guncangan lindu terasa sampai Jakarta, menimbulkan kepanikan luar biasa, dan korban tewas. Juga tsunami dipicu gempa 8,9 skala Richter di Pangandaran dan Cilacap yang menewaskan ratusan nyawa, 17 Juli 2006. Tak ketinggalan gempa tektonik 6,2 SR yang merenggut banyak nyawa di Yogyakarta, 27 Mei 2006.

Bencana bakal terus membayangi Jawa. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bahkan mencatat, bencana di Indonesia memang terkonsentrasi di pulau ini. Rata-rata dari 2002 hingga sekarang, lebih 50 persen kejadian bencana terjadi di Jawa. Pada 2011, dari 2.066 kejadian bencana, sekitar 827 bencana (40%) terjadi di Jawa. Diproyeksikan tren bencana dan dampaknya di masa mendatang makin besar.

"Tentu saja menjadi tantangan pembangunan karena bencana dapat menjadi faktor penghambat pembangunan," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam rilis yang disiarkan 6 Maret 2012. "Bencana menyusutkan kapasitas produktif dalam skala besar yang berakibat kerugian finansial karena bencana membutuhkan pemulihan, rehabilitasi dan rekonstruksi agar kehidupan ekonomi kembali normal."

Bencana juga memiliki dampak negative-sum game. Suatu wilayah yang terkena bencana mengalami kemunduran ekonomi. Sementara wilayah yang tidak terkena bencana tidak mengalami kemajuan ekonomi.

Mengapa Pulau Jawa makin rentan?

Ternyata tak melulu faktor alam. Tapi juga kebijakan pembangunan yang membuat Jawa makin padat dan rusak. Kebijakan yang keliru ini menimbulkan kesenjangan pembangunan ekonomi antar daerah di Jawa dan luar Jawa yang menganga lebar. “Ini menyebabkan urbanisasi terus meningkat. Sekitar 129 juta jiwa atau 59% penduduk Indonesia tinggal di Jawa. Akibatnya terjadi ekstraktif pembangunan yang menyebabkan kerusakan lingkungan,” kata Sutopo.

Hutan pun makin menipis, tinggal sekitar 13 persen dari luas Jawa, padahal idealnya 30 persen. Kecenderungan tersebut akan mengancam daya dukung lingkungan, sehingga dalam jangka panjang diperkirakan akan memicu terjadinya tiga macam krisis, yaitu krisis air, pangan dan energi.

"Terbukti, daya dukung lingkungan Jawa sudah terlampaui saat ini. Akibatnya watak hidrologi sungai-sungai di Jawa telah berubah dan mudah terjadi banjir dan kekeringan. Analisis risiko bencana menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan."

Makin padat, makin banyak korban

Pakar Gempa dari Puslit Geoteknologi-LIPI, Danny Hilman Natawidjaja, mengatakan, pada prinsipnya bencana adalah gabungan baik dari gempa, banjir, longsor, dan sebagainya. “Pihak BNPB seharusnya punya data kongkrit tentang bencana apa saja dan penyebabnya sehingga bisa keluarkan rilisan seperti itu,” kata dia saat dihubungi VIVAnews.com, Rabu 7 Maret 2012.

Khusus soal gempa, Danny mengakui efek goncangan akan tergantung dengan daerahnya. Terutama menyangkut korban. “Gempa di populasi sepi penduduk, tentu efeknya tidak akan sama seperti gempa di populasi padat. Seperti di Yogyakarta, disebutnya gempa besar karena banyak korbannya,” dia menambahkan.

Danny mengatakan sulit untuk memprediksi, bencana apa akan terjadi di mana. “Karena bisa saja tiba-tiba ada gempa di Maluku, Kalimantan, atau bahkan di Jawa".
Untuk Jawa, kemungkinan terjadinya gempa ada di banyak tempat. “Karena di Jawa banyak patahan. Ada patahan di dekat Semarang, ada di dekat Surabaya, dan ada juga di dekat Jakarta,” ujarnya.

"Tentu saja itu dengan kriteria berbeda. Misalnya, untuk daerah di pantai Barat dan Selatan Pulau Jawa, itu rawan terjadi gempa tektonik. Sedangkan daerah yang banyak gunung berapi itu rawan bencana vulkanik. Sementara, untuk bantaran sungai karena banyaknya bermunculan pemukiman penduduk," kata Kepala BNPB Syamsul Maarif di Surabaya, Jumat 2 Maret 2012.

Terkait itu, pihaknya meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan. Misalnya, jika hujan turun terus menerus dan memungkinkan terjadi banjir dan tanah longsor diminta untuk segera menghindar. "Jika seperti itu masyarakat harus waspada," dia melanjutkan.
Saat ini di Indonesia ada enam gunung berapi yang diwaspadai karena aktivitas vulkaniknya meningkat hingga level siaga. Untuk wilayah sungai perlu diwaspadai akibat banyaknya muncul pemukiman penduduk.(np)
• VIVAnews
Share this post :
BACA PANDUAN BERKOMENTAR JIKA ANDA KESULITAN DALAM MEMPOSTING KOMENTAR ANDA

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Romes Blog - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger