Judi. Begadang. 135 Juta. Darah Muda. Istri Salehah. Itu hanya sedikit dari tembang Rhoma Irama yang mencorong di muka umum. Masih ada ratusan. Setidaknya 75 album sudah dibesut. Hampir tak ada yang tak sohor, terutama bagi para penikmat musik dangdut.
Dan hampir tak ada yang menyamai. Itu sebabnya dia dijuluki Raja Dangdut. Banyak tembangnya begitu populer pada rentang 1970-1980 dan hingga kini masih banyak pengemar.
Tidak hanya piawai mencipta lagu dan bermain musik. Pada masa-masa itu Rhoma juga seorang aktor terkenal. Sempat menjadi simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan akrab dengan para ulama mubaligh. Selain kerap menggelar konser bersama Soneta - grup band pengiringnya- Rhoma juga banyak berceramah dalam acara tabligh akbar bersama ulama.
Kepopuleran itulah yang membuat sejumlah orang melirik Rhoma menjadi presiden tahun 2014. Adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sudah menyampaikan niat mengusung Raja Dangdut ini. Dan Rhoma menyambut.
"Dulu kita ini bangsa yang ramah, sekarang menjadi bangsa yang pemarah. Dulu bangsa yang religius, sekarang bangsa yang jauh dari nilai-nilai agama," begitu alasan Rhoma menyambut dorongan menjadi Capres itu.
Apa modalnya maju menjadi Capres. Apa modalnya mengurus bangsa yang besar dan majemuk ini. Bisakah dia mengurus ekonomi. Seberapa yakin dia bisa menang. VIVAnews mewawancara Rhoma Irama, Kamis 6 Desember 2012. Wawancara dilakukan via telepon. Berikut petikannya.
Anda dilirik PKB menjadi capres 2014. Padahal Anda kader PPP. Adakah partai Islam lain mendekati Anda. Seberapa aktif Anda merespon dorongan itu?
Buat saya partai Islam maupun partai nasionalis, PPP maupun partai Islam lain, tidak masalah. Karena saya bukan orang yang meminta dukungan. Bukan orang yang mau maju. Saya ini didorong untuk maju. Jadi saya tidak bisa memilih. Tergantung siapa yang memberi, mendorong dan merespon dorongan ini.
Anda sudah diskusikan dengan pengurus PPP soal ini?
Saya perlu luruskan dulu. Saya tidak pernah menjadi kader PPP. Saya di PPP itu simpatisan saja, bukan struktural. Jadi memang saya dalam posisi yang tidak bisa memilih. Terserah siapa yang datang.
Apa motivasi Anda sehingga bersedia didorong partai politik untuk menjadi capres?
Saya terpanggil karena melihat kondisi bangsa kita. Pertama, kita ini sudah jauh dari nilai-nilai pancasila. Jauh dari semua nilai yang ada dalam Pancasila itu. Jauh dari nilai ketuhanan, nilai-nilai kemanusiaan, nilai-nilai persatuan, sehingga semakin hari semakin meresahkan.
Saya merasa terpanggil untuk mengembalikan akhlak. Kita ini kan dulu bangsa yang ramah, sekarang menjadi bangsa yang pemarah. Kita itu dulu bangsa yang religius, bangsa yang agamis, tapi sekarang menjadi bangsa yang sekuler dan jauh dari nilai-nilai agama. Jadi motivasinya mengembalikan bangsa kita menjadi bangsa yang ramah, bangsa yang religius, bangsa yang Pancasilais.
Nilai-nilai dari Pancasila kita itu sangat lengkap. Ada nilai ketuhanan, ada kemanusiaan, ada persatuan. Sementara semakin hari, rasanya tidak ada satu hari yang tanpa caci maki atau hujat menghujat.
Jadi dorongannya adalah keprihatinan itu saja?
Iya. Tidak ada hari tanpa anarkisme yang dilakukan berbagai macam komponen, tiada hari tanpa tawuran, tiada hari tanpa konflik horizontal. Ini yang semakin meresahkan.
Kok tak dari dulu mau jadi Capresnya?
Karena situasi yang meresahkan itu, terjadi sekarang ini.
Apa modal yang Anda miliki, sehingga percaya diri dan mau didorong oleh partai untuk menjadi capres?
Siapa yang mengatakan saya siap, berarti dia mau mendorong dan bekerja untuk saya.
Sudah mempunyai survei tentang elektabilitas atau akseptabilitas Anda?
Begini, kelompok-kelompok yang mendorong saya sejak 2004, 2009, dan sekarang, mereka itu yang mempunyai perhitungan-perhitungan itu. Mereka yang menilai elektabilitas, akseptabilitas, dan kapabilitas diri saya. Jadi bukan saya sendiri yang menilai. Kalau mereka tidak melakukan penilaian itu, tentu mereka tidak akan mendorong.
Kelompok apa ini yang dimaksud? Partai atau non partai?
Mereka mendorong karena ada alasannya. Mereka tentu yakin dengan saya. Mereka tentu punya survei bahwa Rhoma memiliki elektabilitas yang cukup tinggi karena mempunyai popularitas. Sementara yang namanya sistem demokrasi sekarang faktor popularitas itu yang paling menentukan, baru faktor-faktor yang lain.
Kalau menurut Anda sendiri, bagaimana elektabilitas dan akseptabilitas Anda?
Kalau akseptabilitas, menurut mereka, saya ini orang yang bisa diterima oleh seluruh komponen umat. Karena secara struktural saya tidak masuk dalam ormas Islam manapun. Jadi saya bisa diterima oleh seluruh kelompok umat Islam. Kedua soal elektabilitas, mereka melihat bahwa setiap tabligh akbar atau pementasan Soneta yang notabene isinya adalah tentang politik dan dakwah, itu selalu mendapat kunjungan puluhan ribu umat. Nah ini barangkali yang dijadikan ukuran elektabilitas itu.
Mengenai kapabilitas, mereka melihat dari lirik-lirik lagu saya selama 40 tahun ini. Bahwa dalam lirik-lirik itu sudah merupakan bentuk lain dari membangun bangsa ini dari sisi politik dan karakter bangsa.
Sekarang kebetulan Anda mendapat dorongan dari partai untuk menjadi capres. Bagaimana jika tidak ada partai yang mendorong? Apakah Anda akan maju jadi capres lewat jalur perseorangan karena merasa ada panggilan tadi?
Tidak. Tidak. Tidak. Konstitusi tidak mengarahkan ke situ. Konstitusi tidak membenarkan itu. Jadi begini, saya itu bukan dalam kondisi yang harus memaksakan diri. Kondisi saya nothing to lose. Kalau jadi Innalillahi, tidak jadi ya Alhamdulillah.
Apa yang sudah Anda persiapkan untuk pemenangan seandainya diusung sebagai capres?
Tidak ada persiapan yang khusus. Karena selama ini, sebagaimana saya sering katakan, pemimpin itu ada dua macam. Ada pemimpin formal dan ada pemimpin informal. Nah, para tokoh masyarakat, para mubaligh, para ulama itu adalah pemimpin informal.
Jadi saya sudah lama juga memimpin bangsa ini secara informal. Jadi tidak perlu ada persiapan khusus bagaimana memimpin bangsa, karena saya sangat kenal bangsa ini. Saya 40 tahun berkeliling Indonesia membawa pesan-pesan moral, pesan-pesan politik, pesan-pesan agama, pesan-pesan persatuan.
Jadi saya memiliki sense of belonging, sense of responsibility terhadap bangsa ini. Itu juga yang membuat rasa merasa bahwa saya siap. Saya sangat tahu bangsa ini seperti apa.
Jadi menurut Anda, berdasarkan pengalaman dan pengetahuan itu, apa sebenarnya yang menjadi masalah terbesar yang dihadapi dan harus segera diselesaikan bangsa ini?
Pertama, akhlak. Setelah akhlak, baru kemudian kita wujudkan persatuan. Sekarang ini kan kita telah keluar dari akhlak dan persatuan kita ini semu. Semunya? Banyak perpecahan. Perpecahan antar etnis, antar agama, bahkan di internal umat Islam terkotak-kotak. Ini harus disatukan. Jadi setelah akhlak ditegakkan, persatuan diwujudkan, barulah mau melakukan program-program apapun akan bisa berjalan dengan baik.
Nah, program apa yang akan Anda kampanyekan seandainya terpilih menjadi capres?
Saya rasa itu standar dan sama dengan kandidat lain. Pertama, bagaimana memakmurkan rakyat ini sesuai dengan cita-cita yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tetapi, itu tadi, bagaimana terkait akhlak dan persatuan itu harus bisa direalisasikan dari awal. Tanpa akhlak dan persatuan, program sebagus apapun tidak akan jalan itu.
Bagaimana dengan kampanye program berantas korupsi? Menurut Anda, itu tidak prioritas?
Itu kan termasuk akhlak. Yang namanya penegakan akhlak itu sudah include ke mana-mana, termasuk permasalahan korupsi.
Dalam Pilkada DKI Jakarta lalu, Anda dikritik dan disebut menghembuskan isu SARA pada kandidat tertentu. Bagaimana Anda menyikapi soal-soal seperti ini, apalagi Anda mau jadi Capres?
Sebetulnya kemarin itu karena ada provokasi. Yang saya sampaikan kemarin itu adalah bersifat subyektifitas agama. Bahwa di dalam Al-Quran, Allah SWT melarang orang Islam memilih pemimpin yang tidak seiman. Secara eksplisit Allah menyatakan itu. Dalam konteks Pilkada, materi itu harus disampaikan oleh setiap ulama karena itu perintah Allah.
Nah, saya menyampaikan itu di rumah Allah, saya menyampaikan di dalam. Harus disampaikan oleh setiap ulama karena itu perintah Allah. Nah, saya menyampaikan itu di rumah Allah, saya menyampaikan di dalam masjid, yang itu otonom dan masyarakatnya homogen. Jadi itu sah.
Setiap agama punya subyektifitas seperti itu. Orang Kristen pun akan menganjurkan umatnya untuk tidak memilih yang beragama lain. Orang Hindu pun begitu. Tetapi ketika ini di-blow up keluar, ini menjadi provokasi. Seakan-akan saya ini tidak pluralis. Padahal dalam konteks berbangsa dan bernegara, Islam itu sangat kondusif untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama.
Nah, ini yang akan saya buktikan kepada Indonesia bahkan dunia bahwa Islam secara eksplisit tekstual menyatakan agar menciptakan hidup yang rukun meskipun kita berbeda suku bangsa dan agama.
Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar. Apakah predikat itu yang membuat Anda percaya diri untuk maju sebagai capres demi menyatukan ummat yang katanya terkotak-kotak tadi itu?
Saya tidak dalam posisi yang mencapreskan diri. Kayaknya yang punya kepercayaan itu adalah yang mendorong saya. Mereka tanpa memiliki keyakinan itu, tidak mungkin mendorong saya.
Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya juga didukung PKB untuk menjadi capres. Bagaimana komentar atau tanggapan Anda?
Buat saya nothing to lose. Seperti yang saya katakan tadi, karena saya bukan dalam posisi yang mencari atau mengejar jabatan. Saya orang yang didorong. Jadi kalau jadi ini buat saya Innalillahi, karena tugas berat. Tapi kalau tak jadi, ya Alhamdulillah. Saya sangat tidak berambisi untuk itu.
Bagaimana pandangan Anda tentang krisis ekonomi yang sedang menggejala di beberapa negara? Apa langkah antisipasi krisis itu untuk Indonesia?
Saya rasa belum saatnya lah saya bicara itu. Ini baru wacana.
Tapi adakah perhatian Anda terhadap krisis itu?
Nanti lah kita bertahap bicara. Kan gradual.
© VIVA.co.id
Posting Komentar