Tiga hari setelah dibekuk polisi di sebuah hotel di Jakarta Timur, barulah John Kei berhasil berkomunikasi dengan keluarganya. Tersangka pembunuhan bos PT Sanex Steel Indonesia Tan Harry Tantono itu memberikan isyarat tangan disertai kalimat dalam bahasa daerahnya, Kei, Maluku. Dia mengisyaratkan dalam keadaan baik-baik saja.
John, lelaki kelahiran 1969, yang menjalani perawatan setelah menjalani operasi pengangkatan proyektil yang bersarang di kaki kanannya berada dalam penjagaan ketat aparat kepolisian di Rumah Sakit Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur. Pamannya, Nus Kei, sampai berteriak-teriak dari luar kamar ICU tempat John dirawat.
"Tolong buka sedikit saja, Pak. Saya cuma mau tahu keadaan Bung John seperti apa," ujar Nus Kei pada Minggu siang, 19 Februari 2012.
Namun, polisi bersenjata laras panjang yang berjaga di depan ruangan tidak mengizinkan Nus Kei masuk. Akhirnya Nus mencoba mencari celah dan berteriak dari luar dengan menggunakan bahasa daerah, menanyakan bagaimana kondisi John.
Mendengar teriakan Nus, John menjawab dengan bahasa daerah sembari mengacungkan jempol. "Saya tanya keadaannya, dia jawab baik," ujar Nus.
Kasus ini tak urung mencuatkan kembali keprihatinan publik terhadap seperti tak berdayanya aparat negara menghadapi berbagai aksi kelompok preman terorganisir dan tindak kekerasan yang dilakoni kelompok-kelompok sipil.
Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala, meski menilai pengamanan terhadap John berlebihan, menyatakan maklum menimbang lelaki bertato itu adalah salah satu pemimpin kelompok sipil terorganisir. Apalagi, kata Adrianus, fenomena John Kei sudah seperti menjadi rahasia umum.
"Orang-orang seperti John Kei ini seperti dipelihara, tapi seperti memelihara anak macan. Sekarang yang memelihara itu harus menanggung sendiri akibatnya," kata Adrianus.
Pembunuhan berencana
John dibekuk pada Jumat malam 17 Februari 2012 di Hotel C'One, Pulo Mas, Jakarta Timur. Polisi menurunkan puluhan personel untuk menangkapnya. Kaki John ditembak aparat, kata polisi karena melawan saat akan dibekuk.
Akan tetapi, pihak John Kei menyatakan ia sudah mengangkat tangan tanda menyerah ketika polisi menyerbu kamar hotel. John juga membantah tuduhan polisi soal keterlibatannya dalam pembunuhan Harry Tantono. "Saya tidak tahu menahu soal pembunuhan itu. Ngapain saya bunuh dia? Dia itu sahabat saya," kata John saat dibawa ke kamar rontgen di RS Kramat Jati, Jakarta.
Tito Refra, pengacara sekaligus adik John, saat dikonfirmasi VIVAnews juga menyatakan bantahan serupa. Dia mengaku malah telah menawarkan kepada polisi untuk menghadirkan John sebagai saksi pembunuhan tersebut. "Kalau memang butuh keterangan dari dia akan kami hadirkan," katanya.
Toh, polisi hakulyakin John Refra alias John Kei terlibat dalam pembunuhan berencana itu. "Kenapa JR atau JK kami tangkap? Karena dari keterangan saksi, saat terjadi pembunuhan JK ada di kamar itu," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro, Kombes Pol Tony Harmanto, di Jakarta, Sabtu.
Harry ditemukan tewas bersimbah darah di sebuah sofa di kamar 2701 Hotel Swiss-Belhotel, Sawah Besar, Jakarta Pusat, pada 26 Januari 2012 malam. "Durasi waktu pembunuhan saat John Kei dan rekannya masuk dan keluar kamar," kata Tony.
Polisi tak hanya berpegang pada keterangan saksi saja. Para penyidik kepolisian juga mengklaim memiliki bukti akurat tentang keterlibatan John. "Dari uji forensik, yang masuk kamar 2701 adalah JK," kata Tony. Selain itu, juga ada rekaman CCTV hotel.
Kepala Subdit Umum Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Ajun Komisaris Besar Helmy Santika menerangkan sebelum pembunuhan terjadi, ada empat orang yang masuk ke dalam kamar di mana jasad korban ditemukan.
Kamar itu dipesan oleh SM yang merupakan satu dari 16 orang yang terekam CCTV. Dalam rekaman, terlihat korban datang menghampiri kamar tersebut. Tidak terlihat siapa yang membukakan pintu. Beberapa menit setelah Harry datang, empat pria langsung keluar kamar. Keempatnya, kata Helmy, bukan orang yang menyerahkan diri ke polisi usai pembunuhan terjadi.
Dijelaskan Helmy, setelah empat orang itu keluar kamar, ada 12 orang yang langsung mendatangi kamar tersebut. Di antara mereka, lima orang sudah ditangkap.
Menurut pengakuan para tersangka kepada polisi, Harry dibunuh karena Harry ingkar janji membayar upah Rp600 juta atas jasa penagihan utang yang mereka lakukan. Salah seorang tersangka mengaku menghunus pisau kemudian menusuk Harry, diikuti tersangka lainnya.
Polisi menjerat John dengan pasal pembunuhan berencana. "Berdasarkan keterangan awal, dia dijerat pasal pasal 340 KUHP subsider 338 jo 55 ayat 1 jo 56. Ancaman hukumannya bisa 20 tahun atau seumur hidup," ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Rikwanto di Jakarta, Sabtu.
Polisi menyatakan sedang menginventarisir kasus-kasus lain yang bisa menyeret John. "Ada beberapa kasus yang didalami seperti pengeroyokan dan penganiayaan," kata Rikwanto. (kd)
© VIVAnews
Posting Komentar